Sunday, December 12, 2010


A. Hamid Arief, AKTOR. Bagi generasi kelahiran 1960-an hingga 1980-an, boleh jadi sangat tak asing dengan sosok dan peran-peran pria kelahiran Jakarta pada tanggal 25 November 1924 ini. Peran-perannya sebagai orang Belanda seperti dapat disaksikan pada film Matjan Kemajoran (baca: Macan Kemayoran, 1965) dan Si Pitung (1970) bisa disebut sangat mengesankan para penonton saat itu. Berlatar belakang pendidikan Mulo, Hamid Arief dengan talenta alamnya mulai meramaikan panggung hiburan sebagai penyanyi di Orkes Lief Souvenier di Jakarta pada tahun 1940-an. Di orkes inilah, pertama kali ia mengenal Mak Uwok (Wolly Sutinah) yang juga tergabung sebagai penyanyi. Persahabatan keduanya berlangsung hingga hari tua mereka.Di tahun 1939 Hamid Arief  mulai menyanyi di Radio NIROM hingga ke RRI dengan nama samaran Kelana Jaya. Di tahun lima puluhan, bersama Bing Slamet, Toto Mugiarto, Benno Tatuhay dan lain-lain, ia pernah menjadi finalis Pemilihan Bintang Radio Jakarta. Kariernya di panggung sandiwara dimulai tahun 1942 dan tergabung dalam sandiwara Terang Bulan pimpinan The Teng Chun. Setahun kemudian ia pindah ke Bintang Surabaya pimpinan Fred Young dan selama tiga tahun pernah pula tergabung dalam Pantja Warna pimpinan Djamaluddin Malik (1945-1948).Aktor yang seangkatan dengan, antara lain, Sofia W.D, Fifi Young, dan Wolly Sutinah (Mak Wok), ini terjun ke dunia layar lebar kali pertama pada tahun 1948 lewat film ’Anggrek Boelan’. Setelah beberapa kali bermain sebagai pemeran pembantu, pada dekade 1952-1955, ia dipercaya menjadi pemain utama dalam beberapa film setelah dikontrak Golden Arrow (Panah Emas). Ia bahkan dianggap the golden boy Panah Emas. Film-film yang dibintanginya, kerap disutradarai Hu, Tan Sing Hwat, Lilik Sudjio, Lie Soen Bok, Nawi Ismail, dan Wim Umboh.
Hingga tahun 1980-an, Hamid Arief sudah membintangi sekitar dua ratus film –jumlah yang hampir pasti sulit disaingi bintang manapun, terutama bintang-bintang masa kini. Itu sebabnya Hamid Arief memperoleh penghargaan Surjosoemanto pada tahun 1988 dari Dewan Film Nasional. Selain bermain di layar lebar, Hamid Arief juga tetap menggeluti panggung sandiwara. Pada tahun 1971 ia membentuk dan memimpin grup sandiwara Komedia Jakarta dengan anggotanya antara lain terdiri atas Wolly Sutinah, Aminah Banowati, Syamsu, Ramelan, Alex A.S., Tetty S., D. Gunari dan Asep Suparman. Selain sebagai nama sebuah grup sandiwara, Komedia Jakarta juga dijadikannya nama perusahaan film, yakni, PT Komedia Jakarta Film, dan memproduksi tiga film, masing-masing Diana, Kembalilah Mama dan Dewi Malam. Ia kemudian juga dikenal orang lewat sinetron Rumah Masa Depan, berperan sebagai kakek (1984-1986 dan 1989).         Seperti juga kebanyakan aktor yang memulai kariernya lewat peran-peran kecil, Hamid Arief pun masih pendatang baru di masa keemasan Rd. Mochtar dan Rd. Soekarno alias Rendra Karno, dua orang bintang film tenar di era 1940 dan 1950-an. Setelah tampil sebagai aktor utama dalam film Menanti Kasih (1949), nama Hamid Arief baru diperhitungkan. Namun, fase itu tak berlangsung lama karena dia kembali bergumul dengan peran-peran yang kurang berarti. Itu sebabnya Hamid Arief akhirnya banting setir dan menemukan jatidirinya lewat genre komedi dan bergabung dengan bintang-bintang seperti S. Bagio dan Benyamin S.Sosok Hamid Arief yang ceplas-ceplos dapat dilihat, misalnya, pada film-film seperti Benyamin Biang Kerok (1972). Meski kerap mengeluarkan umpatan-umpatan seperti: “Bang***, Muke Gile, Setan Betul kepada Benyamin S atau Mansyur Syah, Hamid Arief mampu mengungkapkannya tanpa kesan vulgar. Selain itu, beberapa umpatan yang keluar dari bibir tipis berhiaskan kumis rapi itu, tanpa disadarinya sendiri, Hamid Arief ikut memopulerkan diksi-diksi khas Betawi yang kini banyak digunakan dalam serial televisi maupun layar lebar. Meskipun berjaya sebagai aktor tenar, kehidupan Hamid Arief jauh dari kesan glamor, terutama menjelang masa tuanya. Ia bahkan disebut-sebut tak memiliki rumah sendiri saat meninggal dunia pada tahun 1992, sama seperti juga bintang legendaris Tan Tjeng Bok yang wafat pada 1979. Sosok Hamid Arief layak menjadi panutan tak cuma bagi penonton, tapi juga bagi aktor-aktor film dan pemain sinetron masa kini serta siapa pun yang masih menghargai nilai-nilai moral dalam sebuah tayangan dan pertunjukan seni. Sayangnya, tv-tv Indonesia saat ini lebih suka menayangkan sinetron-sinetron yang kurang mendidik pemirsanya lewat perlawanan-perlawanan seorang anak kepada orangtuanya dan sejenisnya. Akan bagus juga untuk mengenang kepergian aktor sekaliber Hamid Arief, kita menyaksikan beberapa film yang pernah dibintanginya.Hamid Arief wafat pada 20 Desember 1992.

BIOGRAFI – Nama lengkap: Abdul Hamid Arif. Kelahiran: 15 November 1924. Wafat: Jakarta, 20 Desember 1992. Pekerjaan: Aktor. Masa aktif: 1948-1992. Pendidikan: MULO.
FILMOGRAFI: 1948 - Anggrek Bulan; 1949 - Aneka Warna, Harta Karun, Tjitra, Menanti Kasih; 1950 - Inspektur Rachman; 1951 - Bintang Surabaya, Di Tepi Bengawan Solo, Mirah Delimah, Surjani Mulia, Selamat Berdjuang, Masku!; 1952 - Tiga Benda Adjaib, Siapa Dia, Kekal Abadi, Si Mientje, Bermain Dengan Api; 1953 - Bawang Merah Bawang Putih, Harimau dan Merpati, Ratna Kumal, Empat Sekawan, Tiga Saudari, Pangeran Hamid, Burung Bitjara; 1954 - Bawang Merah Tersiksa, Klenting Kuning; 1955 - Dibalik Dinding, Rewel, Kasih Ibu; 1956 – Rini; 1957 - Konsepsi Ajah, Biola, Bintang Peladjar, Bermain Api; 1958 - Bunga dan Samurai, Wanita Indonesia; 1959 - Sekedjap Mata, Mutiara Jang Kembali, Habis Gelap Terbitlah Terang; 1960 - Ke Kota; 1961 - Limapuluh Megaton, Kamar 13, Notaris Sulami; 1962 - DKN 901; 1965 - Matjan Kemajoran; 1966 – Terpesona; 1969 - Nji Ronggeng, Matt Dower; 1970 - Samiun dan Dasima, Si Pitung; 1971 - Penunggang Kuda Dari Tjimande, Banteng Betawi, Pendekar Sumur Tudjuh, Ratna, Lisa, Kisah Fanny Tan, Djembatan Emas; 1972 - Samtidar, Romusha, Merintis Djalan Ke Sorga, Mereka Kembali, Pengantin Tiga Kali, Tiada Jalan Lain, Benyamin Biang Kerok, Desa di Kaki Bukit; 1973 - Patgulipat, Bapak Kawin Lagi, Biang Kerok Beruntung, Cukong Blo'on, Tendangan Maut, Benyamin Brengsek; 1974 - Kosong-Kosong Tiga Belas, Tetesan Air Mata Ibu, Bandung Lautan Api, Musuh Bebuyutan, Paul Sontoloyo, Ali Baba, Buaye Gile, Pilih Menantu, Dasar Rezeki, Pacar. Bajingan Tengik, Honour; 1975 - Traktor Benyamin, Samson Betawi, Benyamin Raja Lenong, Benyamin Koboi Ngungsi, Benyamin Tukang Ngibul; 1976 - Mustika Ibu, Hippies Lokal, Zorro Kemayoran, Gadis Simpanan, Oma Irama Penasaran, Tiga Janggo; 1977 - Cakar Maut, Raja Copet, Kembalilah Mama, Sorga, Diana, Akulah Vivian, Pembalasan Si Pitung, Gitar Tua Oma Irama, Saritem Penjual Jamu,  Sembilan Janda Genit, Penasaran; 1978 - Jurus Maut, Dewi Malam, Begadang, Tuyul; 1979 - Tuyul Eee Ketemu Lagi; 1980 - Goyang Dangdut, Begadang Karena Penasaran, Abizars, Darna Ajaib; 1981 - Manusia Berilmu Gaib, Manusia 6.000.000 Dollar, Gundala Putra Petir, Si Pitung Beraksi Kembali, Dukun Lintah; 1982 – Pengorbanan, Gadis Bionik, Sentuhan Kasih.

0 komentar:

PEMASUKAN :
tgl 27 Feb 2019
1.Masjid =Rp.250.000
2.Tromol =Rp.173.000
Jumlah =Rp.423.000

PENGELUARAN :
Ta'lim =Rp.179.000
SALDO Rp.244.000
Bendahara
1.Ali Agus
2.Basri Arbain

Ketua Majlis
Mahyuddin Hanafi




Total Pageviews

Video Majlis AlAbror

Popular

Buku Tamu

Sahabat