Lagi nyoba-nyoba
khusyu’ dalam sembahyang, tiba-tiba ponsel seorang jamaah berbunyi di satu
rakaat terakhir. Meskipun nada sambungnya berupa semacam lagu kasidah, tetep
aja terasa mengganggu. Apalagi, sepanjang rakaat terakhir itu, nada sambung
ponsel jamaah itu nyaris tak pernah berhenti. Berhenti sebentar, terus bunyi
lagi. Begitu terus.
“Kenapa
sih hapenya nggak dimatikan?” tanya imam setelah sembahyang selesai.
“Maaf,
kelupaan, Pak,” jawabnya sembari cengengesan. Setelah itu, si jamaah buru-buru
ngacir karena ponselnya kembali berbunyi.
Dalam
beberapa kali sembahyang Jumat, hal serupa kadang juga terjadi. Meskipun annauncer sudah mengingatkan agar segala
jenis alat komunikasi dimatikan selama prosesi sembahyang Jumat berlangsung,
tetap saja ada yang lupa. Bahayanya lagi kalau pas bunyi, nada sambungnya
lagu-lagu.
Saya
pernah berpikir, ada baiknya Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa,
memasukkan hape yang berbunyi saat pemiliknya sembahyang sebagai sesuatu yang
membatalkan sembahyang seperti halnya keluar sesuatu dari kubul atau dubur dan
lain-lain. Dengan batalnya sembahyang seseorang itu, maka dia akan buru-buru
menon-aktifkan ponselnya, lalu melanjutkan lagi sembahyangnya dengan risiko
menambahkan rakaat yang tertinggal.
0 komentar:
Post a Comment